Surplus Terus Menipis


Jakarta, Kompas - Surplus neraca perdagangan Indonesia terus menipis. Tahun 2006, surplus masih tercatat 49 persen, sementara tahun 2010 tinggal 14 persen. Impor yang terus membengkak membuat Indonesia makin bergantung pada produk asing. Derasnya impor juga mengancam deindustrialisasi.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, tren kenaikan ekspor selama lima tahun terakhir hanya 9,6 persen per tahun, sedangkan impor 20,4 persen per tahun. Tren tersebut terus berlanjut di awal tahun 2011. Surplus perdagangan per Maret sebesar 1,81 miliar dollar AS, semakin menipis dibandingkan dengan bulan Februari yang masih berada di atas 2 miliar dollar AS.

Lonjakan impor terutama terjadi pada barang konsumsi atau produk manufaktur. Tahun ini, pada kuartal I, impor mainan anak- anak yang melonjak 61,5 persen. Lonjakan juga terjadi pada barang konsumsi sebesar 48,2 persen. Lonjakan tertinggi terjadi pada produk alas kaki, khususnya dari China. Pada Januari 2010, impor alas kaki tercatat 3,4 juta dollar AS, sementara Januari tahun ini tercatat 6,69 juta dollar AS.

Ketergantungan Indonesia pada produk impor juga terjadi pada garmen dengan lonjakan impor 45 persen, sepanjang kuartal I. Tak hanya itu, di sektor industri masih banyak juga yang bergantung pada bahan baku impor. Misalnya saja pada industri plastik, yang 40 persen bahan bakunya diimpor.

Derasnya keran impor mengancam deindustrialisasi. Kementerian Keuangan merilis pertumbuhan sektor industri pada kuartal I minus 1,2 persen. Meski data tersebut dibantah oleh Kementerian Perindustrian, beberapa asosiasi mengaku mulai terjadi peralihan dari sektor industri ke perdagangan.

”Sekitar 30 persen perajin sepatu beralih menjadi pedagang. Mereka lebih mudah menjual sepatu murah dari China daripada harus memproduksi sendiri,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Djimanto, Jumat (27/5).

Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, industri nonmigas selama kuartal I masih tumbuh 5,75 persen. Hanya sektor industri kayu dan hasil hutan yang pertumbuhannya minus 0,4 persen, pupuk kimia, dan barang karet minus 0,07 persen.

Dari segi kepemilikan sebagian besar industri manufaktur yang beroperasi di Indonesia juga dikuasai asing.

Menurut ekonom Universitas Gadjah Mada, Revrisond Baswir, perdagangan bebas telah membuat terpuruk. Indonesia makin bergantung pada produk impor, yang berdampak pada kebangkrutan industri dalam negeri.

”Sudah jelas Indonesia belum siap dengan perdagangan bebas,” katanya. (ENY)
- grosir sepatu murah online